Perasaan Seorang Ibu
Kurasa tidak ada hal yang lebih membahagiakan sekaligus mengerikan daripada menjadi seorang ibu,
Ada malaikat-malaikat yang hadir, yang aku rawat,
Namun tetap saja, dunia ini jahat dan aku takut tak bisa melindungi mereka dengan tepat.
Aku masih membelai rambut hitam yang bergelombang itu sambil memeluk tubuh mungilmu yang ternyata sudah tidak semungil dulu lagi,
Ada apa, Sayang? Kenapa mata manismu itu merah dan berair? Apa kamu terjatuh lagi saat kamu ingin menaiki anak tangga?
Ada apa, Sayang? Kenapa bibir merah mudamu yang pucat itu bergetar dan kau gigit? Apa kamu takut ayah marah karena kamu pulang selarut ini?
Ada apa, Sayang? Kenapa kamu memeluk dirimu sendiri? Apa kamu mimpi buruk lagi seperti saat kamu berumur 6 tahun dan ku biarkan kamu tidur sendirian?
Ada apa, Sayang? Kenapa hidungmu memerah? Apa kamu terkena flu seperti saat kamu lupa membawa jas hujanmu kesekolah?
Aku bertanya-tanya dalam hati, batinku tetap meringis. Ada apa, Sayang?
Bukan. Bukan itu. Katamu;
"Aku bingung.
Aku sendirian. Aku ditinggal dan selalu tertinggal. Aku tidak pantas dicintai."
Ketika kata-kata itu meluncur keluar, aku bersumpah, dadaku nyeri, tak menyangka jika ada yang tega melukai malaikat kecilku. Aku menyisir lembut rambutnya menggunakan jari-jariku yang mulai keriput.
Menyadari jika aku tak mampu menyembuhkannya, seperti saat ia terkena demam waktu balita.
Aku hanya mampu memeluk dan menangis bersamanya,
Sebab sungguh, yang kalian sakiti bukan hanya satu, melainkan dua, termasuk aku.
Ada malaikat-malaikat yang hadir, yang aku rawat,
Namun tetap saja, dunia ini jahat dan aku takut tak bisa melindungi mereka dengan tepat.
Aku masih membelai rambut hitam yang bergelombang itu sambil memeluk tubuh mungilmu yang ternyata sudah tidak semungil dulu lagi,
Ada apa, Sayang? Kenapa mata manismu itu merah dan berair? Apa kamu terjatuh lagi saat kamu ingin menaiki anak tangga?
Ada apa, Sayang? Kenapa bibir merah mudamu yang pucat itu bergetar dan kau gigit? Apa kamu takut ayah marah karena kamu pulang selarut ini?
Ada apa, Sayang? Kenapa kamu memeluk dirimu sendiri? Apa kamu mimpi buruk lagi seperti saat kamu berumur 6 tahun dan ku biarkan kamu tidur sendirian?
Ada apa, Sayang? Kenapa hidungmu memerah? Apa kamu terkena flu seperti saat kamu lupa membawa jas hujanmu kesekolah?
Aku bertanya-tanya dalam hati, batinku tetap meringis. Ada apa, Sayang?
Bukan. Bukan itu. Katamu;
"Aku bingung.
Aku sendirian. Aku ditinggal dan selalu tertinggal. Aku tidak pantas dicintai."
Ketika kata-kata itu meluncur keluar, aku bersumpah, dadaku nyeri, tak menyangka jika ada yang tega melukai malaikat kecilku. Aku menyisir lembut rambutnya menggunakan jari-jariku yang mulai keriput.
Menyadari jika aku tak mampu menyembuhkannya, seperti saat ia terkena demam waktu balita.
Aku hanya mampu memeluk dan menangis bersamanya,
Sebab sungguh, yang kalian sakiti bukan hanya satu, melainkan dua, termasuk aku.
Komentar
Posting Komentar